Jumat, 30 September 2011

Menggapai Puncak Sejati Gunung Raung 3344 mdpl "Keindahan Negeri di Atas Awan"









Indonesia merupakan Negara yang kaya akan panorama alam yang menawarkan keindahan yang memesona bagi kita para pecinta kegiatan alam bebas. Salah satu dari itu adalah gunung, pulau jawa khususyna memiliki banyak sekali berjajar pegunungan-pegununga,salah satunya kawasan pegunungan ijen dimana terdapat satu gunung yang menawarkan keindahan serta tantangan yang sangat menarik bagi kita, yaitu Gunung Raung. Gunung Raung dengan ketinggian 3344mdpl jalur Banyuwangi merupakan gunung dengan jalur pendakian terekstrim di Pulau Jawa.
Berikut ini merupakan sebuah hasil catatan perjalanan kami  Tim 2 Ekspedisi Citra Lintas Nusantara 2010 KMPA Eka Citra UNJ(28 Juli-3 Agustus 2010) (Rahman-Doni-Bregas-Fany),menjelajahi Gunung Raung Via Kalibaru....Semoga Bermanfaat...........Rahman.0266
                      
                                Letak Administratif
Dusun            : Wonorejo
Desa               : Kalibaru Wetan
Kecamatan     : Kalibaru
Kabupaten     : Banyuwangi
Provinsi          : Jawa Timur
                                Kondisi Cuaca
Secara umum iklim di Gunung Raung beriklim tropis. Suhu udara berkisar antara 0 – 25 ° C, dan suhu akan semakin tinggi di musim kemarau. Curah hujan cukup tinggi dan angin rata-rata berhembus kencang karena Gunung Raung sangat dekat dengan laut.
                                Flora
Flora yang ada di Gunung Raung beragam misalnya : pinus, cemara gunung, rotan, honje, pisang hutan, semak-semak, pohon cantigi dan edleweis
                                Fauna
Fauna yang ada antara lain : macan kumbang, ular, tokek, ayam hutan, monyet, burung, elang dll
                                Kondisi tanah
Gunung raung mempunyai jenis tanah alluvial karena dipengaruhi kondisi gunung yang aktif. Tanah di Gunung Raung adalah tanah  liat bercampyr pasir yang dihasilkan aktifitas Gunung Raung sedangkan area puncak adalah batuan lepas dan berpasir
                                 Jalur Pendakian
Gunung Raung jalur kalibaru merupakan jalur pendakian terekstrim di Pulau Jawa, dimana diperlukan waktu pendakian normal selama 6 hari yang tentunay diperlukan juga fisik dan mental yang bagus serta peralatan khusus dan teknik pemanjatan untuk menggapai puncak sejatinya. Berikut ini adalah jalur pendakian dan pos yang akan dilewati untuk mencapai Puncak Sejatinya:
Basecamp(Rumah Pak Suto, Dusun Wonorejo) – Pos/Camp 1(Rumah Pak Sunarya, di tengah kebun kopi)
Dimulai dari Basecamp/rumah Pak Suto akan berjalan sejauh 5600 m, melewati perkebunan penduduk yang mayoritas adalah perkebunan kopi, dan sekitar 2,5 jam kemudian akan tiba di Pos 1(ditandai sebuah rumah di tengah kebun kopi milik Pak Sunarya). Di sebelah kiri jalur Pos 1 ini ada jalur menuju sungai yang merupakan sumber air terakhir di jalur pendakian ini, disini diharapakan setiap pendaki untuk mengisi perbekalan air sebelum melanjtukan pendakian, dimana min setiap pendaki harus membawa 10 liter air. Apabila ingin mempersingkat waktu dan efektifitas tenaga maka untuk menuju Pos 1 dapat dilakukan dengan menggunakan kendaraan ojek dari basecamp dengan harga Rp. 10.000,- sampai dengan Rp. 15.000,-/Orang. Pos 1 ini terletak pada ketinggian 980mdpl dan koordinat 8°12’14’’ LS dan 114°00’05’’ BT
Pos 1 – Camp 2
Dari Pos 1 berjalan akan berjalan melewati batas perkebunan dan hutan, kemudian mulai memasuki hutan yang lebar namun lebat dengan pepohonan dimana terdapat banyak pohon dan semak berduri, jalan yang dilalui belum banyak menanjak dan cenderung melipir menyisiri hutan.Diperlukan waktu normal selama kurang lebih 4 jam untuk menempuh jarak dari Pos 1 menuju Camp 2 sejauh 4130 meter. Camp 2 ini merupakan tempat camp yang terluas selama jalur pendakian dan pendaki dapat bermalam disini.Camp 2 ini terletak pada ketinggian 1431 mdpl dengan koordinat 8°10’27’’ LS dan 114°01’11’’ BT
Camp 2 – Camp 3
Dimulai dari camp 2 inilah para pendaki akan mulai melalui track menanjak mengikuti punggungan dan tidak lagi melipir. Track yang dilalui cukup sempit dimana di sebelah kirinya adalah jurang. Diperlukan waktu sekitar 1 jam untuk mencapai camp 3, di camp 3 ini terletak persis di tengah jalur pendakian namun agak luas dan dapat mendirikan camp dengan 2 tenda.Camp 3 terletak pada ketinggian 1656mdpl dan koordinat 8°9’56’’ LS dan 114°0134 BT
Camp 3 – Camp 4
Lepas dari camp 3 pendakian dimulai dengan melalui jalan landai, kemudian akan melewati turunan sebelum berpindah punggungan dan melalui jalan menanjak yang cukup panjang. Setelah kurang lebih 2 jam akan tiba di camp 4, sebuah tanah lapang yang sempit namun dapat digunakan untuk beristirahat sejenak sebelum melanjutkan pendakian. Camp 4 terletak pada ketinggian 1855 mdpl dan koordinat 8°9’19’’ LS dan 114°01’52’’ BT
Camp 4 – Camp 5
Pendakian pada rute ini masih tetap dalam satu punggungan namun track yang dilalui semakin terjal dan rapat dimana banyak terdapat pohon berduri(disarankan selama pendakian menggunakan pakaian lengan panjang), bila hujan jalur ini akan menjadi sangat licin. Waktu yang diperlukan untuk melalui rute ini adalah selama lebih kurang 45 menit.Camp 5 ini tidak terlalu luas namun sedikit di bawah camp 5 juga terdapat tempat yang cukup luas untuk beristirahat dan biasanya di area camp 5 ini digunakan untuk tempat beristirahat makan siang sebelum melanjutkan pendakian. Camp 5 terletak pada ketinggian 2115 mdpl dan koordinat 8°08’59’’ LS dan 114°01’58’’ BT.
Camp 5 – Camp 6/Pos 3
Setelah beristirahat di camp 5 bersiaplah kita untuk melanjutkan pendakian yang semakin berat dimana jalurnya semakin terjal serta tipis dimana kanan-kiri jurang untuk itulah diharapkan berhati-hati saat melintasi rute ini. Rute ini tidak terlalu lama karena hanya sekitar 30 menit akan tiba di camp 6/Pos 3. Di camp 6 ini terdapat area camp yang berundak – undak sebanyak 3 undakan dan dapat digunakan untuk tempat bermalam. Camp 6 terletak pada ketinggian 2285 mdpl dan koordinat 8°08’49’’ LS dan 114°02’02’’ BT
Camp 6/Pos 3 – Camp 7
Pendakian pada rute ini semakin berat dimana akan semakin mendekati puncak Gunung Wates, yang tentunya tracknya semakin terjal, jalur pendakiannya pun semakin terbuka dan udara semakin dingin diiringi angin yang semakin kencang dank abut tipis yang mulai turun menutupi jalur pendakian.Setelah sekitar 45 menit kita akan tiba di camp 7, yang merupakan camp di area terbuka, sebuah dataran yang cukup luas dan terbuka, dapat mendirikan 3 tenda. Di camp 7 ini kita dapat menikmati pemandangan negeri di atas awan yang sangat indah, dimana di depan terdapat puncak gunung wates, sebelah kiri dan kanan kita dapat melihat berjajar punggungan serta lembahan, dari kejauhan juga mulai tampak puncak raung yang berbentuk bebatuan, apabila malam dan kondisi cerah pemandangan bintang-bintang yang bertebaran di langit yang memancarkan sinarnya serta gemerlap lampu-lampu di perkotaan yang tampak dari kejauhan akan menjadi pemandangan yang dapat kita nikmati di malam hari, di camp 7 ini pun mulai terdapat bunga edelweisss yang apabila mekar menjadi pemandangan indah bagi kita. Kondisi di camp 7 ini tanahnya rawan longsor dan juga udara dingin serta angin yang berhembus kencang dikarenakan areanya yang sangat terbuka, untuk itulah agar berhati-hati jika ingin bermalam di camp 7 ini. Camp 7 terletak pada ketinggian 2541 mdpl dan koordinat 8°08’24’’ LS dan 114°02’14’’ BT
Camp 7 – Camp 8
Perjalanan dari camp 7 menuju camp 8 diawali dengan melewati punggungan terakhir menuju puncak gunung wates selama sekitar 45 menit, sementara itu jalurnya cukup terjal dan rapat oleh pohon berduri. Dari puncak gunung Wates pendakian dilajutkan dengan melipiri punggungan yang sangat tipis dengan bibir jurang yang sangat membutuhkan konsentrasi dan kehati-hatian. Setelah berjalan melipir kita akan mulai melalui track menanjak dimana mulai terdapat vegetasi khas puncak gunung.Total waktu menuju camp 8 ini adalah sekitar 2 jam perjalanan normal.Camp 8 terletak pada ketinggian 2876 mdpl dan koordinat 8°08’12’’ LS dan 114°02’30’’ BT
Camp 8 – Camp 9/Pos 4
Inilah rute terakhir yang harus dilalui sebelum mencapai puncak gunung raung, pada rute ini jalurnya semakin terjal, mulai banyak bunga edelweiss, vegetasinya pun semakin jarang dan pepohonan tua yang menjadi cirri khas sebelum puncak gunung.Setelah berjalan sekitar 1 jam barulah kita tiba di camp9/pos 4 yang merupakan camp terakhir yang dapat kita gunakan untuk beristirahat, di camp 9 ini merupakan batas vegetasi sebelum melewati bebatuan untuk mencapai puncak raung. Camp 9 terletak pada ketinggian 3023 mdpl dan koordinat 8°08’00’’ LS dan 114°02’33’’ BT
Camp 9/Pos 4 – Puncak Raung/Puncak Kalibaru 3154mdpl 8°07’56’’ LS dan 114°02’55’’ BT

Dari camp 9 yang merupakan batas vegetasi selanjutnya kita berjalan selam lebih kurang 10 menit dan akan tiba di puncak semu gunung raung 3154mdpl, tak jarang puncak ini juga dinamakan puncak kalibaru sebagai mana jalur pendakian ini. D atas puncak gunung raung inilah kita kembali dpat menikmati keindahan negeri di atas awan, dimana dapat memandangi indahan awan yang serasa begitu dekat dan sejajar dengan kita, dari kejauhan tampak menjulang deretan punggungan gunung argopuro dan semeru, sementara pada arah sebaliknya dapat memandangi laut dan pulau Bali di seberang sana, selain itu di depan kita telah tampak jalur menuju puncak sejati yang sangat menantang, bebatuan dengan kanan kiri jurang dalam yang cukup memacu adrenalin kita sebelum menapakinya, dan yang tidak kalah juga adalah pemandangan puncak 17(Pertama kali ditapaki oleh PATAGA Surabaya) yang berbentuk piramida yang seoleh mengundang kita untuk segera mencapai puncaknya.
Puncak Raung – Puncak Sejati Gunung Raung 3344mdpl,8°07’32’’ LS dan 114°02’48 BT
Inilah rute pendakian terakhir dan juga terekstrim yang harus kita lalui untuk mencapai puncak sejati. Dimulai dari puncak raung kita berjalan turun melipiri bibir jurang lalu mengikuti sebuah jalan landai dan akan tiba di titik ekstrim yang pertama. Di titik ini kita harus melipir tebing bebatuan dimana di sebelah kanan adalah jurang sedalam 50 meter, untuk itulah di titik ekstrim pertama ini kita memasang jalur pemanjatan kurang lebih 5 meter, di jalur telah terpasang 1 buah hanger, 1 bolt dan di titik anchor atasnya terdapat pasak besi yang telah tertanam, dapat digunakan sebagai anchor utama. Setelah melewati titik ekstrim 1 kita terus bejalan menanjak menuju puncak 17/piramida,sampai pada titik ekstrim yang kedua yaitu 10 meter sebelum puncak 17. Disini kita kembali harus membuat jalur pemanjatan, dimana leader melakukan artificial climb selajutnya setibanya di puncak 17 memasang fix rope untuk dilalui orang selanjutnya dengan teknik jumaring. Selanjutnya perndakian dilakukan dengan melipir dan menuruni bibir jurang yang tipis sekali, disini merupakan titik ekstrim ketiga yang juga harus dipasangi pengaman bisa dengan menggunakan tali kernmantel ataupun dengan membentangkan webbing sejauh kurang lebih 10 meter. Selepas dari titik ekstrim ketiga ini kita terus berjalan agak landai menelusuri jalan setapak yang sangat tipis sekali dengan kanan kiri jurang sedalam 50 meter. Akhirnya tibalah kita di titik ekstrim yang keempat/terakhir dimana kita harus memasang jalur untuk menuruni tebing 15 meter dan menggunakan teknik rappelling untuk mencapai ke bawah. Sesampainya di bawah kita masih harus melanjutkan perjalanan, agak berjalan menurun ke bawah kita tiba di sebuah tempat lapang dan teduh yang biasanya digunakan untuk tempat beristirahat sebelum melalui tantangan terakhir yaitu mencapai puncak tusuk gigi(bentuknya menyerupai tusuk gigi) dan puncak sejati. Dari tempat istirahat ini perjalanan kembali menanjak dengan tingkat kemiringan yang cukup terjal dimana jalur yang harus dilalui adalah batuan lepas dan berpasir yang apabila diinjak rawan sekali untuk longsor, untuk itulah diperlukan kehati-hatian dan menjaga jarak antar pendaki selama melewati track ini agar apabila longsor batuan lepas tersebut tidak membahayakan pendaki di bawahnya. Setelah mengakhiri tanjakan pada track bebatuan ini tibalah kita di puncak tusuk gigi yang tedapat banyak bebatuan besar,setelah itu dari puncak tusuk gigi kita melipir ke belakang dan kemudian berjalan agak menanjak sekitar 100 meter tibalah kita di tempat yang menjadi tujuan akhir dari pendakian ini, ya itulah PUNCAK SEJATI GUNUNG RAUNG 3344 MDPL, ditandai dengan sebuah triangulasi dan plang puncak sejati serta pemandangan sebuah kawah besar yang masih aktif yang setiap saat mengeluarkan asapnya.  
Catatan        : Pada saat melakukan pendakian disarankan para pendaki menggunakan pakaian safety(baju dan celana panjang, jika perlu dilengkapi geiters dikarenakan jalur yang dilalui banyak pohon berduri, dan pacet, serta hutan yang rapat). Setiap pendaki minimal membawa 10 liter air dikarenakan sumber air hanya terdapat di pos 1, dan untuk mengantisipasi kekurangan air di setiap camp disarankan membuat penampungan air/tendon(paling sederhana dengan membuatnya dari botol aqua besar yang dipotong terlebih dahulu). Pada saat menuju puncak sejati, tenda dan perlengkapan lainnya ditinggal di pos 4, dan hanya membawa daypack berisikan makanan, minuman dan perlengkapan pemanjatan(perlengkapan standar :tali kernmantel statis min 1 buah dengan panjang min 30 meter, webbing, carabiner screw dan non screw, jumar, figure of eight, prusik, harnest serta untuk mengantisipasi dapat pula membawa pasak besi untuk anchor tanam
  Mata Pencaharian Penduduk Sekitar
       Mata pencaharian penduduk di kaki gunung raung khususnya di desa Kalibaru Wetan ini adalah bertani dan berkebun. Tanaman perkebunan yang menjadi komoditi utama dari desa ini adalah tanaman kopi, baik perkebunan yang dimiliki sendiri maupun perkebunan yang dikelola oleh PTPN IV milik pemerintah, selain perkebunan kopi di desa ini juga terdapat perkebunan karet. Selain berkebun mata pencaharian penduduk lainnya adalah sebagai tukang ojek motor. 
Kepercayaan masyarakat
Mayoritas kepercayaan yang dianut masyarakat adalah agama islam, di desa ini masih terjaga tradisi – tradisi islam sampai sekarang misalnya kegiatan pengajian-pengajian, tahlil, mauled dan perayaan –perayaan hari besar islam.
Tingkat Pendidikan
Masyarakat di desa ini mayoritas tingkat pendidikannya adalah lulusan SMA, adapun sarana pendidikan yang ada hanyalah tingkat madrasah/SD, untuk tingkatan lainnya terdapat di kota Kalibaru.
Akses Transportasi
Dari Jakarta kita bisa menggunakan Kereta Api menuju Surabaya atau Malang, setelah itu perjalanan dilanjutkan dengan menggunakan kereta api kembali tujuan St. Banyuwangi dan turun di Stasiun Kalibaru. Dari sini kita lanjutkan perjalanan dengan menggunakan ojek motor (15.000/tidak ada angkutan umum) menuju Rumah Pak Suto , Dusun Wonorejo,dengan waktu perjalanan menggunakan motor selama 30 menit.

Kamis, 15 September 2011

PERSIJA AMPE MATI

pERSIJA, di dadaku

PERSIJA, kebanggaan ku

Ku yakin hari ini pasti menang…


Ya, ini merupakan sepenggal lirik mars persija yang sering dinyanyikan serentak oleh puluhan ribu pendukungnya ketika kick off pertandingan dimulai. Lirik lagu yang akan mengubah aura Stadion menjadi “keramat” dan sangat khidmat seperti ritual keagamaan. Mungkin inilah yang disebut ketika sepakbola menyerupai agama bagi manusia. Bagi para penganut bolaisme, menonton pertandingan baik kandang ataupun tandang adalah “ritual” wajib yang harus dilakukan.


Banyak hal ini yang saya temui ketika menjalankan “ritual”ini. Mulai dari friendship sampai musuh abadi, dari sanjungan sampai caci maki yang terkadang diiringi hujan batu dari pendukung lawan, dari kota yang sangat welcome sampai kota yang mengharamkan entitas kami. Lalu untuk apa hal tersebut dilakukan? LOYALITAS! Mungkin kata yang memuakkan tuk didengar karena sangat bosan dengan kata tersebut terlebih lagi bagi orang-orang yang menjalankan kegiatan ini. Saya juga heran kenapa saya menjalankan hal ini, mungkin tak jauh berbeda seperti panggilan Tuhan kepada umat-Nya untuk berjihad di jalan-Nya dan sulit untuk menjelaskan kenapa semua ini bisa dilakukan. Awalnya terlihat biasa tetapi semua akan berubah drastis ketika moment-moment tertentu dan akan mengubah rasa tersebut menjadi luar biasa yang akan bergelora dan dipenuhi rasa bersemangat untuk terus mendukungnya.

Adakalanya ketika loyalitas mencapai titik nadir, titik yang membuat saya seperti akan berhenti dari semua ini, menggantungkan atribut kebesaran, menyimpan kartu tanda anggota dalam lemari kemudian menguncinya rapat-rapat serta menghapus memori yang berkaitan dengan “kegilaan” ini. Hal itu nyaris saya alami pada tahun 2004 dan 2005 ketika 11 orang pahlawan Jakarta harus gigit jari untuk meraih gelar juara, padahal kans untuk juara tidak besar tetapi sangat besar!! Saat itu saya seperti umat beragama yang tidak lagi menjalankan ritual nan agung kepada Tuhannya. Tetapi entah mengapa seperti ada magnet besar yang terus menarik saya tuk terus berjuang mendukungnya dan menggilainya.

“Kegilaan” yang mungkin bagi penyuka tim-tim asing dinilai tak ubahnya hanya segerombolan anak muda dengan atribut oranye kebanggaan yang mereka puja dan sering ribut dengan suporter lawan. Hal yang perlu digarisbawahi adalah pride, hal yang mereka tak miliki, Kebanggaan yang hakiki. Bukan sekedar bangga memiliki kaos asli ataupun keanggotaan yang mendapat lisensi dari pusat di negeri londo sana. Kebanggaan yang nyata karena memilikinya, merasakan semangatnya secara langsung, melihat dengan mata betapa peluhnya pahlawan-pahlawan Persija berjuang membawa nama besar tim dan kota ini. Pahlawan yang sangat bangga karena dapat membela panji-panji kebesaran Sang Macan! Jika pemain sangat bangga dengan entitasnya, lalu kenapa masih ada yang meragukan akan kebanggaan yang sangat nyata ini? Atau terlalu malu terhadap apapun yang berasal dari lokal? Entahlah.


Untuk itu banggalah kalian yang menjadi entitas ini, kalian akan sangat menghargai artinya sebuah bangsa meskipun sudah jadi rahasia umum tak ada yang dapat dibanggakan kecuali sisa-sisa semangat nasionalisme. Mungkin dapat dikatakan dari lokal untuk bangsa, dari Persija untuk Garuda. Hendaknya “kegilaan” berbalut cinta ini melebihi kebencian terhadap apapun. Kebencian yang akan membawa kita pada lembah hitam dan terjebak dengan retorika konflik di dunia maya atapun dunia “gila” kita. Bukan saya tak membenci kaum yang mengharamkan kehadiran dan benci dengan atribut suci kita, tetapi konteksnya lebih kepada kecintaan terhadap tim yang kita puja. Ketika rasa cinta itu sangat besar maka disaat ada yang menghalangi pahlawan Jakarta barulah rasa benci itu ditimbulkan. Jadi mulailah memanage rasa benci, tahu kapan harus mengeluarkannya atau membuangnya jauh-jauh dari entitas ini.


Jadikanlah “kegilaan” ini sebagai pelengkap hidup, pelengkap yang akan membuat hidup ini lebih berwarna serta menarik dan tidak monoton dengan hal-hal rutinitas sehari-hari. Sehingga “kegilaan” ini akan bermetaforfosa menjadi hal yang sangat dijaga dan tak pernah terpikir untuk meninggalkan ataupun melupakannya. Jangan pernah menjadikan hidup ini sebagai bagian yang melengkapi “kegilaan” ini karena dunia tidak berkutat pada hal ini saja, tetapi tanpa mengurangi loyalitas pada Sang Macan.


Akhirnya, mencintainya adalah mencintai kehidupan, hidup akan terus ada selama nafas masih berhembus, seperti itulah cinta yang suci kepada Persija akan terus ada selama nafas berhembus, selama raga belum berpisah dengan nyawa. Semoga tulisan ini menjadi pelecut semangat buat saya khususnya dan rekan-rekan sekalian atas pencapaian kurang maksimal yang dicapai persija musim ini agar kita selalu ada dijalannya. Mohon maaf bila ada kata-kata yang kurang berkenan
PERSIJA AMPE MATI!!!